Jumlah korban Badai Washi di Filipina Selatan pada Jumat malam (16/12) terus bertambah. Hingga kemarin (18/12) sedikitnya 652 orang tewas akibat amuk badai tropis tersebut. Selain itu, 808 orang belum diketahui nasibnya atau dilaporkan hilang.
Proses pencarian dan evakuasi para korban bencana alam tersebut terus berlangsung. Meski kebanyakan jasad para korban sudah mulai membusuk, Palang Merah Filipina dan tim SAR tetap melanjutkan upaya pencarian.
"Banjir bandang yang menerpa Kota Cagayan de Oro pasca-serangan badai telah merenggut sedikitnya 346 jiwa. Sebanyak 206 korban lainnya ditemukan tewas di Kota Iligan," terang Sekjen Palang Merah Filipina Gwendolyn Pang dalam jumpa pers kemarin.
Selain dua kota tersebut, sedikitnya ada lima provinsi di selatan dan tengah Filipina yang kemarin melaporkan korban jiwa di wilayah mereka. Banjir dan tanah longsor yang terjadi akibat badai itu juga membuat 447 warga Iligan dan sekitar 347 penduduk Cagayan de Oro raib.
Hingga kemarin, para korban yang dilaporkan hilang tersebut masih belum ditemukan. Tetapi, mereka diperkirakan tewas. Sebab, badai yang menghantam kawasan selatan dan tengah Filipina pada Jumat malam lalu itu sangat kuat.
Wilayah pegunungan di Pulau Mindanao biasanya tidak pernah dilintasi badai. Karena itulah, warga sangat panik dan kalang kabut saat secara tiba-tiba Badai Tropis Washi mengobrak-abrik wilayah mereka pada Jumat malam lalu. Terutama, penduduk Iligan dan Cagayan de Oro, dua kota dengan kerusakan paling parah. Kemarin, badai tersebut sudah mulai menjauh dari Filipina.
Saat badai yang berkecepatan 80 kilometer per jam itu menyapu wilayah Mindanao, kebanyakan penduduk sedang terlelap. Makanya, saat tanah longsor dan banjir bandang melanda permukiman mereka, banyak warga yang menjadi korban. Selain menumbangkan pepohonan, badai tersebut juga menerbangkan mobil dan atap rumah warga.
Karena hebatnya kerusakan akibat badai itu, bekas-bekasnya masih terlihat jelas. Sebagian besar wilayah di Cagayan de Oro dan Iligan yang berdekatan rata atau tertimbun tanah.
Menurut Pang, sebagian besar korban tewas akibat badai itu adalah perempuan dan anak-anak. Bahkan, sejumlah penjual peti mati kehabisan stok untuk anak-anak. Salah satunya adalah Dexter Lacson. "Hanya sekitar 30 menit setelah badai melanda, saya sudah kehabisan peti mati ukuran kecil yang biasa digunakan untuk jenazah anak-anak," ujarnya.
Selain peti untuk anak, dia juga kehabisan balsem yang biasa dioleskan pada jenazah. "Biasanya kami butuh waktu sekitar empat jam untuk memandikan dan mendandani satu jenazah. Tetapi, kemarin kami harus bekerja cepat karena terdapat sekitar 200 mayat yang harus kami sucikan," kata Lacson, warga Cagayan de Oro yang mengelola Bollozos Funeral Parlour.
Hingga kemarin, sekitar 60 persen jenazah yang sudah siap dimakamkan itu masih tergeletak di Bollozos. Mayat-mayat itu belum teridentifikasi. "Karena jumlah penduduk wilayah ini mencapai sekitar setengah juta jiwa, saya rasa korban tewas akibat bencana itu masih akan bertambah. Dalam waktu dekat, mayat-mayat yang tak teridentifikasi akan menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat," kata Vicente Emano, wali Kota Cagayan de Oro.
Menteri Pertahanan (Menhan) Filipina Voltaire Gazmin telah mengerahkan militer ke Cagayan de Oro untuk membantu evakuasi para korban dan pencarian warga yang hilang. Selain itu, mereka juga diperbantukan di tempat-tempat pengungsian yang menampung ribuan warga.
"(Bencana) ini benar-benar buruk. Kami tidak pernah membayangkan jumlah korbannya akan sebanyak ini. Kami kekurangan kantung mayat," ungkap Benito Ramos dari Badan Penanggulangan Bencana Filipina.
Akibat badai tropis yang memicu hujan deras setara dengan curah hujan selama satu bulan penuh itu, lebih dari 500.000 warga terpaksa bertahan tanpa listrik alias hidup di bawah kegelapan. Mereka juga tidak dapat menikmati air bersih serta hidup terisolasi dari wilayah lain. "Masih ada banyak keluarga yang tinggal di wilayah terpencil dan belum bisa kami capai hingga saat ini," tutur Pang. (AFP/AP/BBC/hep/dwi)
Sumber : http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=111601
Proses pencarian dan evakuasi para korban bencana alam tersebut terus berlangsung. Meski kebanyakan jasad para korban sudah mulai membusuk, Palang Merah Filipina dan tim SAR tetap melanjutkan upaya pencarian.
"Banjir bandang yang menerpa Kota Cagayan de Oro pasca-serangan badai telah merenggut sedikitnya 346 jiwa. Sebanyak 206 korban lainnya ditemukan tewas di Kota Iligan," terang Sekjen Palang Merah Filipina Gwendolyn Pang dalam jumpa pers kemarin.
Selain dua kota tersebut, sedikitnya ada lima provinsi di selatan dan tengah Filipina yang kemarin melaporkan korban jiwa di wilayah mereka. Banjir dan tanah longsor yang terjadi akibat badai itu juga membuat 447 warga Iligan dan sekitar 347 penduduk Cagayan de Oro raib.
Hingga kemarin, para korban yang dilaporkan hilang tersebut masih belum ditemukan. Tetapi, mereka diperkirakan tewas. Sebab, badai yang menghantam kawasan selatan dan tengah Filipina pada Jumat malam lalu itu sangat kuat.
Wilayah pegunungan di Pulau Mindanao biasanya tidak pernah dilintasi badai. Karena itulah, warga sangat panik dan kalang kabut saat secara tiba-tiba Badai Tropis Washi mengobrak-abrik wilayah mereka pada Jumat malam lalu. Terutama, penduduk Iligan dan Cagayan de Oro, dua kota dengan kerusakan paling parah. Kemarin, badai tersebut sudah mulai menjauh dari Filipina.
Saat badai yang berkecepatan 80 kilometer per jam itu menyapu wilayah Mindanao, kebanyakan penduduk sedang terlelap. Makanya, saat tanah longsor dan banjir bandang melanda permukiman mereka, banyak warga yang menjadi korban. Selain menumbangkan pepohonan, badai tersebut juga menerbangkan mobil dan atap rumah warga.
Karena hebatnya kerusakan akibat badai itu, bekas-bekasnya masih terlihat jelas. Sebagian besar wilayah di Cagayan de Oro dan Iligan yang berdekatan rata atau tertimbun tanah.
Menurut Pang, sebagian besar korban tewas akibat badai itu adalah perempuan dan anak-anak. Bahkan, sejumlah penjual peti mati kehabisan stok untuk anak-anak. Salah satunya adalah Dexter Lacson. "Hanya sekitar 30 menit setelah badai melanda, saya sudah kehabisan peti mati ukuran kecil yang biasa digunakan untuk jenazah anak-anak," ujarnya.
Selain peti untuk anak, dia juga kehabisan balsem yang biasa dioleskan pada jenazah. "Biasanya kami butuh waktu sekitar empat jam untuk memandikan dan mendandani satu jenazah. Tetapi, kemarin kami harus bekerja cepat karena terdapat sekitar 200 mayat yang harus kami sucikan," kata Lacson, warga Cagayan de Oro yang mengelola Bollozos Funeral Parlour.
Hingga kemarin, sekitar 60 persen jenazah yang sudah siap dimakamkan itu masih tergeletak di Bollozos. Mayat-mayat itu belum teridentifikasi. "Karena jumlah penduduk wilayah ini mencapai sekitar setengah juta jiwa, saya rasa korban tewas akibat bencana itu masih akan bertambah. Dalam waktu dekat, mayat-mayat yang tak teridentifikasi akan menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat," kata Vicente Emano, wali Kota Cagayan de Oro.
Menteri Pertahanan (Menhan) Filipina Voltaire Gazmin telah mengerahkan militer ke Cagayan de Oro untuk membantu evakuasi para korban dan pencarian warga yang hilang. Selain itu, mereka juga diperbantukan di tempat-tempat pengungsian yang menampung ribuan warga.
"(Bencana) ini benar-benar buruk. Kami tidak pernah membayangkan jumlah korbannya akan sebanyak ini. Kami kekurangan kantung mayat," ungkap Benito Ramos dari Badan Penanggulangan Bencana Filipina.
Akibat badai tropis yang memicu hujan deras setara dengan curah hujan selama satu bulan penuh itu, lebih dari 500.000 warga terpaksa bertahan tanpa listrik alias hidup di bawah kegelapan. Mereka juga tidak dapat menikmati air bersih serta hidup terisolasi dari wilayah lain. "Masih ada banyak keluarga yang tinggal di wilayah terpencil dan belum bisa kami capai hingga saat ini," tutur Pang. (AFP/AP/BBC/hep/dwi)
Sumber : http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=111601
0 Comments:
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)